KONSULTASI PUBLIK PENYUSUNAN PROJECT DESIGN DOCUMENT (PDD) PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN MATA PENCAHARIAN DI KABUPATEN KETAPANG

Mediakalbar.com.Tropenbos Indonesia difasilitasi oleh Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pemangkuan Hutan (UPT KPH) Wilayah Ketapang Selatan melakukan Konsultasi Publik Penyusunan Project Design Document (PDD) Program Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Berkelanjutan dan Peningkatan Mata Pencaharian di Kabupaten Ketapang. Tepatnya di Hutan Desa Sungai Pelang, Hutan Desa Sungai Besar, Hutan Desa Pematang Gadung, dan Hutan Desa Pangkalan Telok. Konsultasi publik dilaksanakan pada tanggal 30 April 2024 di   Hotel Borneo Emeral Ketapang.

Kegiatan ini dihadiri setidaknya 45 orang yang terdiri dari UPT KPH Wilayah Ketapang Selatan, Camat Kecamantan Matan Hilir Selatan, Kecamatan Nanga Tayap, Kades dan BPD Sungai Pelang, Kades dan BPD Sungai Besar, Pemdes dan BPD Pematang gadung, Pemdes dan BPD Pangkalan Telok, LPHD Sungai Pelang, LPHD Sungai Besar, LPHD Pematang Gadung, LPHD Pangkalan Telok, Formad Lingkar, tokoh perempuan, perwakilan Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), Form Internasional, dan Tropenbos Indonesia.

Kegiatan dibuka oleh Kepala UPT KPH Wilayah Ketapang Selatan (Bapak Kuswadi, SP). Dalam arahanya menegaskan bahwa ada dua kata kunci dalam pengelolaan perhutanan sosial yaitu, pengelolaan hutan berbasis masyarakat dan peningkatan mata pencaharian. Pengelolaan perhutanan sosial memberikan akses kelola kepada masyarakat, memberikan manfaat ekonomi yang dapat dikembangkan oleh masyarakat baik di sekitar maupun di dalam areal perhutanan sosial. Pengelolaan jangka panjang selama 25 tahun ini memiliki 2 tujuan besar yang tentunya tujuan ekonomi dan tujuan ekologis harus sejalan, sehingga masyarakat mendapatkan dampak pada peningkatan ekonomi dan kelestarian lingkungan.

Selanjutnya Dirktur Tropenbos Indonesia (Dr. Edi Purwanto) menyampaikan bahwa kerja sama antara Tropenbos Indonesia dengan 4 LPHD ini dilakukan selama 25 tahun dengan luas areal perhutanan sosial seluas ±15.100 ha yang terdiri dari Hutan Desa Sungai Pelang seluas ±540 ha, Hutan Desa Sungai Besar seluas ±6.522 ha, Hutan Desa Pematang Gadung seluas ±7.004 ha dan Hutan Desa Pangkalan Telok seluas ±1.034 ha. Program pengelolaan hutan berbasis masyarakat ini sudah berjalan sejak Desember 2022 hingga sampai saat ini. Berbagai aktivitas yang telah dilakukan bersama LPHD yaitu peningkatan kapasitas LPHD, pengadaan sarana dan prasarana LPHD, pembangunan kantor dan kendaraan operasional LPHD dan tim patroli, monitoring hutan desa secara berkala, melakukan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, pembibitan tanaman endemik dan penanaman areal hutan desa yang kritis, kajian matapencaharian masyarakat, dan berbagai kegiatan penyadartahuan lainnya.

Di dalam kegiatan konsultasi publik ini, semua peserta kemudian dibagi ke dalam 4 kelompok diskusi, yaitu: (1) Kelompok diskusi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), (2) Kelompok diskusi gangguan hutan, (3) Kelompok diskusi community benefit, dan (4) Kelompok diskusi livelihood.  Kelompok diskusi terdiri dari lembaga UPT KPH, LPHD, Pemerintah Desa, Kecamatan, KUPS, perwakilan perempuan dan pemuda, dan Formad Lingkar. Masing-masing kelompok kemudian mendiskusikan topik yang meliputi: permasalahan yang ada, penyebab, upaya pencegahan/penanggulangan, pihak yang dilibtakan, serta rencana tindak lanjut.  Kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan peserta lainnya dapat memberikan masukan/saran/pertanyaan,ungkap Kuswwandi

Hasil diskusi Kelompok Karhutla menyimpulkan bahwa upaya mengatasi karhutla yaitu:  (a) Sosialisasi dan penyadartahuan masyarakat terkait pencegahan karhutla dan penanggulangan karhutla; (b) Patroli rutin dengan pelibatan multi-pihak terutama pihak berwenang (TNI/POLRI); (c) Pembasahan lahan melalui pembangunan sekat kanal; (d) Pembuatan Peraturan Desa terkait pencegahan dan penanggulangan karhutla; (e) Penambahan sarana dan prasarana untuk penanggulangan karhutla. Salah satunya pembangunan embung dan sumur bor untuk menjaga ketersediaan air yang dapat digunakan untuk menangani kebakaran. (f) Pelatihan serta peningkatan potensi teknologi untuk pencegahan dan penanggulangan karhutla; (g) Pelibatan tenaga ahli untuk merumuskan tindakan pencegahan dan penanggulangan karhutla; (h) Pelibatan orang-orang terkait di sekitar desa untuk mencegah kebakaran; (i) Pelatihan untuk pengelolaan lahan melalui pertanian ramah gambut; (j) Penyediaan sarana dan prasarana pertanian untuk mendukung pembukaan lahan tanpa bakar.

Hasil diskusi Kelompok Gangguan Hutan menyimpulkan bahwa upaya mengatasi gangguan hutan yaitu: (a) LPHD dan pemerintah desa mendata pelaku perusak, pemodal, dan penyebab gangguan hutan; (b) Penetapan batas desa untuk mencegah adanya klaim wilayah dari desa di sekitarnya; (c) Sosialisasi langsung atau menggunakan media sosial untuk mengangkat isu gangguan hutan hingga menjadi isu internasional untuk memeproleh perhatian pemerintah dalam menangani masalah kerusakan hutan; (d) Patroli gabungan multi-pihak dengan pihak yang memiliki kewenangan (TNI/POLRI) dan pelibatan unsur pemerintah desa; (e) Menyusun Peraturan Desa tentang Pencegahan dan Penanganan Gangguan Keamanan Hutan; (f) Diskusi kolaboratif secara rutin antar multi-pihak untuk membahas terkait dengan gangguan hutan; (g) Perlu mata pencaharian alternatif untuk masyarakat yang selama ini ber- aktivitas tidak berizin. Antara lain pengembangan sektor peternakan atau perikanan; (h) Adanya perlindungan terhadap pengelola Hutan Desa (LPHD) dari ancaman dan intimidasi pelaku pengrusakan hutan.

Hasil diskusi Kelompok Community Benefit menyimpulkan bahwa untuk mengatasi tantangan keterbatasan air bersih, kualitas pendidikan, dan kualitas kesehatan yaitu: (a) Perlu dilakukan pengadaan sumur bor untuk mendukung ketersediaan air bersih; (b) Perlu dilakukan pipanisasi dan penyediaan bak penampungan di Desa Pangkalan Telok; (c) Perlu dibangun akses jalan menuju lokasi sekolah; (d) Perlu melengkapi tenaga pendidik, pembangunan ruang belajar, penyediaan alat peraga edukasi (APE), pembangunan perumahan tenaga pendidik, dan penambahan honor guru; (e) Perlu dibangun sarana prasarana kesehatan dan melengkapi tenaga kesehatan; (f) Pelatihan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia untuk mengelola sumber air bersih.

Hasil diskusi Kelompok Mata Pencaharian Masyarakat (Livelihood) menyimpulkan bahwa: (a) Perlu pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK): Diantaranya akar bajakah, masih perlu dilakukan identifikasi khasiat dan pelatihan pengolahan, pengemasan dan pemasaran; (b) Pemanfaatan agroforestry, rehabilitasi, penanaman di kawasan hutan desa; (c) Pengembangan potensi getah jelutung melalui pendampingan pengolahan; (d) Pemanfaatan danau eks illegal mining menjadi kolam budidaya ikan, (e) Pemanfaatan rotan untuk kerajinan tangan melaluai pendampingan pelatihan teknik penganyaman dan pemasaran; (f) Pemanfaatan anggrek sebagai tanaman hias, melalui pembibitan anggrek untuk dapat dikembangkan di dalam hutan desa dan luar hutan desa. (g) Peningkatan budidaya madu kelulut melalui penambahan kloni; (h) Pemanfaatan air terjun di Pangkalan Telok sebagai potensi ekowisata dengan perbaikan aksesibilitas serta peningkatan sarana dan prasarana; (i) Pemanfaatan air bersih di dalam Kawasan hutan desa untuk pemenuhan kebutuhan air bersih; (j) Pemanfaatan perdagangan karbon untuk menambah pendapatan masyarakat; (k) Budidaya peternakan sapi dengan dukungan indukan sapi unggul dan pemenuhan pakan; (l) Budidaya perikanan air tawar dengan memanfaatkan kolam masyarakat atau pemanfaatan sungai dan kanal-kanal; (m) Kerajinan anyaman dari limbah plastik atau pandan untuk membuat tikar dan tas. Demikian kesimpulan dari Konsultasi Publik yang disampaikan oleh Sdr. Mulyadi, S.Hut. M.Hut selaku ketua panitia kegiatan

 

penulisa :Koes

Editing ones

Read Previous

HALAL BIL HALAL PAGUYUBAN SIMPAY SEUWEU SIWI SILIWANGI (S4) PROPINSI KALIMANTAN BARAT

Read Next

PENGUATAN PENGEMBAN FUNSI HUKUM GUNA MEWUJUDKAN POLRI YANG PRESISI DALAM RANGKA MENDUKUNG PEMBANGUNAN NASIONAL.