RAKOR PENINGKATAN KEWASPADAAN PENYAKIT AFRICAN SWINE FEVER (ASF)

Pontianak – Kegiatan Rapat Koordinasi Peningkatan Kewaspadaan Penyakit African Swine Fever (ASF) di Provinsi Kalimantan Barat diselenggarakan oleh Biro Kesra Setda Prov. Kalbar di ruang rapat Praja II Kantor Gubernur Kalimantan Barat, Kamis (14/11/2019).

Rakor ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan serta mengkoordinasikan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi beserta stakeholder, dalam rangka mengantisipasi masuknya penyakit African Swine Fever (ASF) yang menyerang hewan (babi) ke Provinsi Kalimantan Barat.

Wakil Gubernur Kalimantan Barat berpesan dalam sambutan yang dibacakan oleh Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Dra. Sri Jumiadatin, M.Si, bahwa Kalbar berpotensi terjangkit penyakit ASF, selain merupakan salah satu provinsi yang memiliki populasi ternak babi cukup besar, peringkat ke-6 dari seluruh provinsi di Indonesia dengan populasi berjumlah 544.048 ekor (data BPS 2018), juga berbatasan langsung dengan negara lain.

Apabila Penyakit ASF menyerang dan masuk ke Kalbar maka akan mengganggu perekonomian masyarakat Kalbar, maka dari itu perlu ada sinergitas stakeholder dari hulu ke hilir dalam upaya mencegah penyebaran penyakit ASF di Kalimantan Barat, oleh karena itu wakil Gubernur sangat berharap adanya dukungan dan fasilitasi dari semua pihak agar penyakit ASF tidak masuk ke Kalbar.

Sri Jumiadatin menambahkan kepada kabupaten/kota supaya aktif melakukan penyuluhan/sosialisasi kepada masyarakat tentang penyakit ASF, agar masyarakat memiliki pemahaman tentang bahaya penyakit ASF yang menyerang hewan (babi), sehingga dapat bersama dengan pemerintah berupaya menjaga agar penyakit ASF tidak masuk ke Kalbar.

Hadir sebagai narasumber, Kepala Dinas Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Barat Ir. Muhammad Munsif, MM dan Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Pontianak Ir. Dwi Susilo, MP, yang menyampaikan pemaparan mengenai perkembangan dan cara penularan penyakit ASF pada hewan ternak babi serta langkah-langkah pencegahan yang dapat dilakukan untuk menjaga agar virus ASF tidak masuk ke Kalimantan Barat.

“Penyakit ASF sampai saat ini belum ada obatnya” ujar Munsif, “walaupun penyakit ASF tidak menyerang manusia, tetapi berdampak pada perekonomian masyarakat Kalbar, terutama peternak babi. Hal terpenting yang harus dilakukan sekarang menurut Munsif adalah melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat, agar masyarakat memahami apa saja yang harus dilakukan dalam upaya pencegahan masuknya penyakit ASF ke Kalbar.

Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Pontianak, Ir. Dwi Susilo, MP, menyampaikan bahwa Balai Karantina Pontianak juga sudah melakukan beberapa upaya pencegahan masuknya penyakit ASF ke Kalimantan Barat, salah satu nya dengan memperketat pemeriksaan masuknya produk-produk makanan yang mengandung babi yang berasal dari negara yang sudah terjangkit penyakit ASF, serta mengawasi secara ketat pengolahan sisa makanan (swill feeding) dari penumpang pesawat dan armada kapal laut yang masuk ke Kalbar. Karena sisa makanan tersebut merupakan salah satu potensi terbesar masuknya virus penyebab penyakit ASF.

Dalam penutupnya, Munsif menyampaikan harapannya, yaitu dukungan dari semua pihak untuk dapat bersama-sama mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai informasi upaya pencegahan masuknya penyakit ASF ke Kalbar, sebab menurut beliau, pertahanan yang terbaik adalah dengan meng-educate  masyarakat. (Diskominfoprov/Syf)

Read Previous

KEGIATAN APRESIASI TOKOH PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KE YOGYAKARTA

Read Next

GENERASI Z DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0