WANDA: “Saya tidak punya apa-apa selain darah, kerja keras, air mata dan keringat”
Kata-kata itu ada di bio instagram Irwanda Djamil. Dicantumkan bukan tanpa alasan sebab itulah yang menjadi penjelas dengan modal apa anak muda ini berhadapan dengan cabaran hidup.
Ia tidak dari keluarga dengan kekayaan berlimpah, bukan dari keluarga pejabat. Suatu waktu ia bilang punya Ibu yang gigih dan rela berkorban apa saja demi pendidikan anaknya. Bahkan untuk hal sederhana semacam asupan, sangat diperhatikan oleh Ibunya. 6 bulan lalu saya singgah di rumah Wanda dan kami disuguhi telur puyuh.
Bertahun-tahun silam saat masih SMP saya juga pernah singgah di rumah seorang kawan di Gowa-Sulsel yang menurut saya jenius. Kami disuguhi hidangan yang sama : telur puyuh. Kini kawan saya itu masih menetap di Swedia sebagai insinyur.
Wanda datang dari desa atas dukungan Ibu, Wanda memperjuangkan sendiri pendidikannya. Dapat beasiswa. Pertama kali kenal saat Wanda jadi ketua Lembaga Dakwah Fakultas Ibnu Sina FK Untan. Sejak itu kiprahnya serupa bola salju. Terus menggelinding, menjadi Presiden Mahasiswa BEM FK lalu menduduki puncak tertinggi organ mahasiswa FK dengan menjadi Sekjend ISMKI membawahi BEM-BEM FK kampus seantero nusantara. Bahkan Wanda turut menyumbangkan tulisan di buku testimoni tahunan IDI yang seolah menegaskan posisinya sebagai salah satu tokoh muda di dunia medis Indonesia.
Setelah disumpah menjadi dokter, Wanda menggalang sumberdaya bersama rekan sejawatnya dengan mendirikan klinik di kampungnya di Bengkayang, namanya Cahaya Indah Husada. Penggunaan nama Cahaya ini menarik dan sangat filosofis. Wanda sepertinya ingin menjadikan kliniknya ini seperti suluh di tengah kegelapan. Hadir dan melayani kebutuhan dasar bagi masyarakat di desanya : kepastian layanan kesehatan.
Dua hari yang lalu saya bertemu Wanda. Ia tidak cerita soal agenda besarnya yang kali ini membikin heboh. Di lini masa saya berseliweran berita bahwa ia serius ingin maju di Pilkada Bengkayang 2020.
Tentu saja saya suka cita mendengar informasi ini. Segala regenerasi kepemimpinan di Kalbar yang mewakili wajah generasi muda wajib didukung. Terlebih publik Bengkayang sedang dirundung kekecewaan setelah Bupatinya dicokok KPK lewat OTT.
Kini Wanda tampil di momentum yang pas. Ia bisa saja mewakili harapan publik yang baru. Jika ia berhasil mengatur ritme dan gerakannya, maka sangat mungkin Wanda jadi kandidat kuda hitam. Saya pribadi percaya Wanda sudah punya insting dan kecerdasan yang cukup untuk mengarungi itu semua.
Misinya sederhana, sebelum bertempur meraih simpati publik, Wanda harus lolos dari lubang jarum tarikan kepentingan elit partai di Bengkayang yang terus mengocok nama yang akan diberi rekomendasi partai.
Tapi ini era disrupsi. Siapa yang paham seni kemungkinan akan tahu celah menekan elit partai di daerah. Wanda bisa saja mengandalkan kerja kerasnya untuk meyakinkan beberapa partai bahwa meraka tak punya pilihan selain mencalonkan Wanda karena dalil elektabilitasnya sudah terpampang nyata.
Atau di saat bersamaan, Wanda bisa bermanuver dengan mengaktifkan sel-sel jaringannya di pusat. Lewat lobi Kanda-kandanya di ISYEF, HIPMI atau IDI.
Wanda yang sekarang memang masih bermodal darah, kerja keras, keringat dan air mata. Tapi kali ini Wanda yang berbeda dengan semua rekam jejaknya. Berbeda dengan kekuatan jaringannya yang menjangkau elit partai di pusat.
Mengutip sebait lirik SID, Wanda yang sekarang : muda, beda dan berbahaya.