Tindak Pidana Penadah Barang Curian dan Ancaman Hukumnya

Meski tidak ikut beraksi, penadah barang curian bisa dijerat pidana. Pasalnya, penadah merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang diatur dalam KUHP.

Sering dengar soal penadah barang curian? Penadah barang curian kerap dianggap sebagai kaki tangan yang membantu menjual barang curian. Penting untuk diketahui bahwa penadah merupakan tindak pidana. Berikut ulasan mengenai penadah dan sanksi hukum yang mengintainya.

Tindak Pidana Penadahan

Apa itu penadah barang? KBBI mengartikan penadah adalah orang yang menerima atau memperjualbelikan barang-barang curian; tukang tadah

Kemudian, dalam perundang-undangan, seseorang dapat dikatakan sebagai penadah barang curian jika memenuhi unsur Pasal 480 KUHP, yakni membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan.

Baca juga:

Mengapa penadah barang curian atau penadahan masuk dalam kategori tindak pidana? M. Sholehudin menerangkan bahwa tindak pidana penadahan dilarang oleh hukum karena penadahan diperoleh dengan cara kejahatan dan dapat dikatakan bahwa tindakan ini justru mempermudah tindakan kejahatan lain.

Diterangkan, Prof. D. Simons “penadahan” itu sangat erat hubungannya dengan kejahatan–kejahatan seperti pencurian. Keberadaan orang yang mau melakukan “penadahan” itu terkesan mempermudah orang untuk melakukan pencurian.

Hal senada juga diungkapkan M Kholil yang menyatakan bahwa adanya penadah sebagai penampung kejahatan pencurian memberikan kemudahan bagi pelaku untuk memperoleh keuntungan, sehingga pelaku pencurian tidak harus menjual sendiri hasil curiannya ke konsumen tetapi dapat disalurkan melalui penadah yang berkedok sebagai pedagang.

Jerat Hukum Penadah Barang Curian

Lebih lanjut, bunyi Pasal 480 KUHP menyebutkan bahwa penadah barang curian diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Akan tetapi, dalam konteks penadah barang curian ringan ringan, sebagaimana diterangkan dalam Pasal 482 KUHP, jerat pidananya paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus ribu rupiah.

Penting untuk diketahui yang dimaksud penadah ringan adalah jika harga objek dari suatu tindak pidana curian tidak lebih dari Rp2,5 rupiah. Hal ini diatur dalam Pasal 364 KUHPjoPasal 1 PERMA 2/2012 yang menyebutkan bahwa kata “dua ratus puluh lima rupiah” dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp2,5 juta (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Terkait dengan pencurian ringan, konsiderans poin b PERMA 2/2012 menyatakan bahwa jika nilai uang dalam KUHP disesuaikan dengan kondisi saat ini, penanganan perkara tindak pidana ringan dapat ditangani secara proporsional mengingat ancaman hukuman yang paling tinggi hanyalah tiga bulan penjara. Kemudian, tersangka atau terdakwa tidak dapat dikenakan penahanan, serta acara pemeriksaan yang digunakan adalah Acara Pemeriksaan Cepat. Selain itu, perkara-perkara tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi.

Contoh Kasus Penadahan

Kasus penadahan tidak bisa dianggap sepele. Sebab, meski tidak “berniat”, seseorang tetap bisa dijerat dengan jerat pidana bagi penadah barang curian.

Contoh kasus: A mendapat tawaran mobil dari sahabatnya, B. Harga pasaran mobil tipe X yang hendak dijual B sekitar 200 juta, namun B menjualnya seharga 100 juta dengan alasan sedang butuh uang cepat untuk berobat. Kelengkapan surat, bukti kepemilikan, dan lainnya akan diberikan menyusul oleh B. Oleh karena mereka sahabat, A pun membeli mobil tersebut dan percaya bahwa bukti kepemilikan yang dijanjikan B akan segera diberikan. Namun, selang tiga hari setelah mobil dibeli, B ditangkap dengan delik pencurian. A pun ikut terseret dan dituduh sebagai penadah.

Apakah seorang pembeli seperti A bisa dijerat dengan ancaman pidana penadah barang curian Pasal 480 KUHP?

Bisa. A bisa dijerat dengan pasal penadah mobil. Mengapa bisa demikian? Perbuatan A berpotensi memenuhi Pasal 480 KUHP dengan membeli suatu benda yang sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan.

Dengan harga jual yang tidak masuk akal dan bukti yang tidak lengkap, A harusnya curiga dan bisa menduga bahwa mobil yang ditawarkan B adalah hasil kejahatan.

Terkait dugaan penadahan akan suatu barang, R. Soesilo menerangkan bahwa sukar untuk membuktikan elemen mengetahui atau patut menyangka barang adalah hasil kejahatan. Akan tetapi, dalam praktiknya biasanya dapat dilihat dari keadaan atau cara dibelinya barang itu, misalnya dibeli dengan di bawah harga, dibeli pada waktu malam secara bersembunyi, atau dibeli di tempat yang mencurigakan.

Tisnadiartha dan Setiabudhi menerangkan bahwa seorang yang membeli barang hasil kejahatan tidak serta merta dapat dipidana, ada pembuktian secara hukum dan pertimbangan segala bentuk unsur hukum pidana kesalahan pada pembeli. Lebih lanjut, tidak semua orang yang dianggap membeli barang hasil kejahatan dapat dipidana karena ketidakpahaman atau ketidaktahuannya.

Dilanjutkan Tisnadiartha dan Setiabudhi, dalam menentukan tanggung jawab dari penadah barang curian, seorang hakim umumnya menggunakan pertimbangan-pertimbangan berikut:

  • Unsur subjektif dan objektif terhadap tindak pidana penadahan itu sendiri, hakim akan mempertimbangkan unsur pidana dari pelaku.
  • Keyakinan hakim, apabila hakim merasa ragu atau tidak yakin atas tindakan yang dilakukan pelaku, pelaku dapat diputuskan bebas dalam persidangan.
  • Sejumlah fakta di persidangan, sejumlah alat bukti yang dihadirkan penyidik akan dipertimbangkan.
  • Apabila pelaku diyakini memenuhi unsur tindak pidana penadahan, selanjutnya hakim akan membuktikan pelaku mampu bertanggung jawab akan pidana yang dilakukan.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan utama seorang hakim adalah fakta-fakta seperti harga barang, hubungan antara penjual dan pembeli, keadaan barang dari penjual, dan waktu atau tempat berlangsungnya jual beli barang tersebut.

Tindak Pidana Penadahan dalam KUHP Baru

Dalam UU 1/2023 atau KUHP Baru, tindak pidana penadahan diatur dalam Pasal 591 sampai dengan Pasal 593 UU 1/2023 yang mana ketentuannya memuat poin-poin berikut.

  • Ancaman Pidana 4 Tahun atau Denda Rp500 Juta

Pidana bagi tindak pidana penadahan adalah penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda kategori V (Rp500 juta). Adapun yang dimaksud dengan tindak pidana penadahan adalah setiap orang yang membeli, menawarkan, menyewa, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan suatu benda yang diketahui atau patut diduga bahwa benda tersebut diperoleh dari tindak pidana; atau menarik keuntungan dari hasil suatu benda, yang diketahui atau patut diduga bahwa benda tersebut diperoleh dari tindak pidana (Pasal 591 UU 1/2023).

  • Pidana Tambahan jika Dijadikan Mata Pencaharian

Jika tidak pidana penadahan ini dijadikan kebiasaan, pelaku terancam pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V (Rp500 juta). Namun, jika pelaku menjadikan tindak pidana penadahan ini sebagai mata pencaharian, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak (Pasal 592 UU 1/2023), yakni hak:

  1. memegang jabatan publik pada umumnya atau jabatan tertentu;
  2. hak menjadi TNI dan polisi;
  3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan/atau
  4. hak memperoleh pembebasan bersyarat.
  • Pidana Penadahan Ringan

Jika tindak pidana penadahan dilakukan dengan barang yang nilainya tidak lebih dari Rp500 ribu, pelaku dipidana karena penadahan ringan dengan pidana denda paling banyak kategori II atau Rp10 juta (Pasal 593 UU 1/2023).

Read Previous

DILARANG JADI SAKSI DALAM SIDANG PERDATA

Read Next

Perbedaan Hukum Formil dan Materil Berdasarkan Sumber Hukumnya